Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2015

Terserah pada apapun itu..

Pada sore itu, seseorang datang mengetuk rumahku. Terdengar pelan tapi berkali-kali. Aku tanya, "siapa?". "Ini aku", jawab orang itu. Suaranya bergetar namun pelan. Aku buka pintu, ku lihat seorang laki-laki berwajah sayu berdiri di depanku. "Kau?", tanyaku. "Maafkan aku", jawabnya. "Wajahmu. Ada apa?", tanyaku lagi. Sejenak kau terdiam, membuatku penasaran. Apa gerangan yang ingin kau sampaikan? Kau bilang kau akan pergi. Aku hanya keheranan. "Kemana?", tanyaku. Kenapa kau harus mengatakannya padaku? "Akan aku beri tahu nanti, jika aku sudah menemukannya", jawabannya semakin membuatku bingung. "Sebenarnya ada apa?", tanya ku pelan untuk memperjelas. "Sudah aku pikirkan berkali-kali. Mungkin saat ini belum lah pada waktu ku untuk berdiam diri. Aku ingin pergi ke tempat-tempat baru, untuk belajar, untuk menjalani hidup, untuk membesar hidupku", katamu sambil menunduk. Aku menangkap

Ketika kita bicara

Kau pernah bilang padaku kalau kau benci gunung. Karena ia terlihat angkuh dan terlalu besar. Kau pernah bilang padaku kalau kau tak suka kuda hitam yang berlari kencang. Karena mereka terlalu bebas dan melelahkan. Kau pernah bilang padaku kalau kau tak suka bunga mawar. Karena wangi yang tak seberapa tetapi durinya bisa melukai siapa saja. Kau pernah bilang padaku kalau kau tak suka padang rumput yang terlalu luas dengan sedikit perdu. Karena kau lebih memilih kumpulan bunga di pekarangan rumahmu. Tapi aku pernah bilang padamu kalau aku menyukai semua itu. Aku suka gunung yang menjulang tinggi, karena sebesar apapun badai tak akan mampu meruntuhkanku. Aku suka kuda hitam yang berlari kencang. Karena selelah apapun mereka, mereka pasti bahagia pergi kemanapun mereka suka. Aku suka bunga mawar. Karena tankainya yang berselimut duri membuat orang lain berpikir lama untuk sembarangan memetiknya dan wanginya hanya bisa dicium bila kau benar-benar mendekat padanya. Aku suka pa

Karet Gelang

Lingkaranku adalah lingkaran seperti sebuah karet gelang. Lingkaranku hanya mampu merenggang dan mengerut terserah dingin dari kulitku. Tapi sejujurnya, lingkaranku ini hampir tak pernah merenggang dan melebar. Seiring berjalannya waktu, aku tahu lingkaran karetku akan mengeras karena tak pernah aku renggangkan. Dan sekalinya mengeras, akan selalu ada bagian yang meretak dan kemudian lepas. Rasanya seperti kehilangan kulit dan secuil dagingmu. Sekuat tenaga kau menahannya, kau tak akan pernah bisa menghindarinya. Karena semuanya hanya tentang waktu. Karet lingkaranmu akan terus terpapar panas dan dingin lalu meretak, menjadi rapuh. Sekuat tenaga kau tahan retakan itu agar tak merapuhkanmu. Lalu kau memilih untuk terus menyecilkan lingkaranmu. Mengerutkannya untuk menutup luka. Dengan menambalnya dengan kulitmu yang lain, atau menjahit langsung robekannya. Meskipun pada akhirnya kau menjadi orang yang paling awal menyadari, bahwa luka jahitmu akan terus menjadi bekas dan tak bis