Karet Gelang
Lingkaranku adalah lingkaran seperti sebuah karet gelang. Lingkaranku hanya mampu merenggang dan mengerut terserah dingin dari kulitku. Tapi sejujurnya, lingkaranku ini hampir tak pernah merenggang dan melebar.
Seiring berjalannya waktu, aku tahu lingkaran karetku akan mengeras karena tak pernah aku renggangkan. Dan sekalinya mengeras, akan selalu ada bagian yang meretak dan kemudian lepas.
Rasanya seperti kehilangan kulit dan secuil dagingmu. Sekuat tenaga kau menahannya, kau tak akan pernah bisa menghindarinya. Karena semuanya hanya tentang waktu. Karet lingkaranmu akan terus terpapar panas dan dingin lalu meretak, menjadi rapuh.
Sekuat tenaga kau tahan retakan itu agar tak merapuhkanmu. Lalu kau memilih untuk terus menyecilkan lingkaranmu. Mengerutkannya untuk menutup luka. Dengan menambalnya dengan kulitmu yang lain, atau menjahit langsung robekannya.
Meskipun pada akhirnya kau menjadi orang yang paling awal menyadari, bahwa luka jahitmu akan terus menjadi bekas dan tak bisa hilang. Bekas itu akan menjadi tanda, untuk kesekian kalinya kau kehilangan, dan akan terus bertambah selama kau memegang lingkaran karetmu sampai kau melepaskannya.
Aku tak punya apapun untuk ku sampaikan padamu kawan, hanya saja.. jahitan luka yang aku miliki ini, tak akan menghilangkan rasa sakit yang tersisa. Selalu ada rasa linu ketika aku menekan bekasnya.
Tapi entah mengapa aku mulai terbiasa. Aku meyakinkan diriku sendiri bahwa perpisahan tidaklah membuatku lemah. Bagiku, selalu ada pilihan untuk 'perpisahan' memberiku kekuatan yang baru.
Perpisahan memaksaku untuk bertahan tanpa serpihan sisa yang telah hilang. Mekipun aku terus mengerutkan karetku rapat-rapat, aku tidak mempermasalahkannya. Dan sadarilah bahwa perpisahan tidaklah berakhir selamanya.
Seyakin aku meyakinkan diri, aku akan bertemu dengan serpihan-serpihanku juga nanti. Cepat atau lambat, tapi aku pikir segera.
Percayalah.. waktu cenderung lebih cepat berlalu.
Tunggu aku.
Seiring berjalannya waktu, aku tahu lingkaran karetku akan mengeras karena tak pernah aku renggangkan. Dan sekalinya mengeras, akan selalu ada bagian yang meretak dan kemudian lepas.
Rasanya seperti kehilangan kulit dan secuil dagingmu. Sekuat tenaga kau menahannya, kau tak akan pernah bisa menghindarinya. Karena semuanya hanya tentang waktu. Karet lingkaranmu akan terus terpapar panas dan dingin lalu meretak, menjadi rapuh.
Sekuat tenaga kau tahan retakan itu agar tak merapuhkanmu. Lalu kau memilih untuk terus menyecilkan lingkaranmu. Mengerutkannya untuk menutup luka. Dengan menambalnya dengan kulitmu yang lain, atau menjahit langsung robekannya.
Meskipun pada akhirnya kau menjadi orang yang paling awal menyadari, bahwa luka jahitmu akan terus menjadi bekas dan tak bisa hilang. Bekas itu akan menjadi tanda, untuk kesekian kalinya kau kehilangan, dan akan terus bertambah selama kau memegang lingkaran karetmu sampai kau melepaskannya.
Aku tak punya apapun untuk ku sampaikan padamu kawan, hanya saja.. jahitan luka yang aku miliki ini, tak akan menghilangkan rasa sakit yang tersisa. Selalu ada rasa linu ketika aku menekan bekasnya.
Tapi entah mengapa aku mulai terbiasa. Aku meyakinkan diriku sendiri bahwa perpisahan tidaklah membuatku lemah. Bagiku, selalu ada pilihan untuk 'perpisahan' memberiku kekuatan yang baru.
Perpisahan memaksaku untuk bertahan tanpa serpihan sisa yang telah hilang. Mekipun aku terus mengerutkan karetku rapat-rapat, aku tidak mempermasalahkannya. Dan sadarilah bahwa perpisahan tidaklah berakhir selamanya.
Seyakin aku meyakinkan diri, aku akan bertemu dengan serpihan-serpihanku juga nanti. Cepat atau lambat, tapi aku pikir segera.
Percayalah.. waktu cenderung lebih cepat berlalu.
Tunggu aku.
posted from Bloggeroid