Kilas Balik

"Kenapa kau jadi seperti ini?"
Suara yang tak asing itu mengapurkan lamunku.
"Apa?",tanyaku.
"Kau. Jadi seperti ini. Membuat kesalahan dan membiarkannya. Lalu membuatnya lagi dan membiarkannya lagi. Semua menjadi sangat salah!", katanya marah.

Aku hanya menunduk takut. Sungguh aku memang tidak tahu harus menjawab apa. Aku tahu aku salah dan masih tak melakukan apa-apa. Aku merasa seperti orang bodoh dan dungu.

"Apa yang akan kau lakukan sekarang? Apa kau akan tetap diam?", tanya laki-laki itu lagi.

Aku masih juga hanya diam. Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Sepenuhnya aku merasa bersalah dan tak berhak sedikitpun membela diri. Karena ya.. memang akulah yang membiarkan semuanya terjadi.

Setiap kali seperti ini, aku hanya bisa menangis. Menutup mata. Mengurung diri untuk menghukum diri sendiri. Semua adalah salahku!

Sekuat tenaga aku menahan air yg sudah mengumpul di pelupuk mata. Aku menahannya agar tak seorang pun melihatnya. Dadaku sesak. Aku ingin melarikan diri!

Sedari tadi aku tetap diam. Aku harap temanku itu tahu. Wajahku sudah memerah, panas, ingin meluap, meledak. Bisakah kau pergi untuk sementara waktu? Sebelum aku mulai merancu.

"Sebenarnya kau masih memiliki waktu. Hanya untuk 2 jam besok pagi. Berlarilah. Selesaikan sebisa mu. Sebelum benar-benar terlambat. Meskipun sekarang memang sudah terlambat.", katanya lagi.

Mendengarnya membuat tanganku bergetar, badanku menggigil. Gigiku mengunci. Sesak rasa. Tapi aku masih menahannya. Sudah terlambat bagiku mengeluarkan suara. Pastilah ia akan tahu bahwa batinku sedang menangis sejadi-jadinya.

"Apa kau akan terus diam begini? Seharusnya kau bisa melakukannya sejak jauh-jauh hari yg lalu. Tapi apa yang kau lakukan sekarang? Seharusnya kau sudah bisa menyelesaikan semuanya. Ini semua karena ketakutan tak mendasar yang kau buat-buat itu. Kalau kau mengabaikan perkataan orang-orang itu sejak dulu, kau pasti tak akan seperti ini. Kau yang membuat dirimu sendiri seperti ini! Kau yang membuat kesalahan dan membiarkannya. Dan satu kesalahan fatalmu, kau memeliharanya! Kau berselimut rapat-rapat dengan ketakutan tak mendasarmu! Apa yang akan kau lakukan sekarang? Diam seperti ini?! Terus? Dan terus??"

Hentikan! Cukup! Aku ingin melarikan diri! Aku tahu! Aku yang membiarkannya! Aku juga yang memeliharanya! Sejak awal! Akulah yang melakukannya! Lalu apa?
Tangisku akan pecah. Tapi aku tetap hanya mematung. Segala gerak aku kunci. Agar dia tak menyadari.

"Jangan berpikir kau bisa lari! Kau tahu betul itu hanya akan mengurungmu lebih sempit lagi. Kau tahu kau sudah sampai di sini. Tak sepatutnya kau lari. Itu hanya akan merugikanmu sendiri. Hadapi.."

Aku terus berdiam. Dalam batin, aku tahu! Aku sudah memikirkan semua! Aku sudah memikirkannya jauh sebelum kau mengatakannya! Aku tahu! Aku tahu!

Air mataku mulai mengalir. Aku tetap diam. Bahkan tak mengedipkan mata. Aku hanya terus menegakkan kepalaku. Tak menoleh kemana pun. Menunjukkan padanya bahwa aku masih dalam pendirianku. Tapi teman, tolong pergilah sementara waktu. Aku akan memikirkannya, tapi nanti. Aku hanya merasa sudah akan meledak. Aku tak suka menunduk dan menangis di hadapan siapa pun! Aku butuh waktu untuk sendiri!

Tapi dia tak juga beranjak dari tempat dia berdiri.

"Kau harus memikirkan ini. Jangan pernah berpikir untuk lari lagi. Ini adalah kesekian kalinya kau terjebak dalam situasi yang sama. Dengan kesalahan yang sama. Jangan biarkan ketakutanmu membatasi impianmu.", katanya melirih.

Aku tahu. Jawabku dalam diam. Air mata terus mengalir tak terbendung. Sejak tadi aku terus membelakanginya.

Kudengar dia menghela napasnya. "Sampai jumpa besok pagi. Temuilah aku kalau kau sudah baik-baik saja. Maaf bila aku seperti ini. Temui aku jika kau sudah memaafkanku", katanya. Langkah kakinya mulai menjauh.

Sedari tadi, sejak awal aku tak memalingkan mukaku padanya. Aku merasa bersalah. Tapi aku juva merasa marah. Dia sudah melewati batas! Aku yakin dia menyadarinya, tapi dia membiarkannya!

Terlepas dari itu semua, nanti aku harus berterimakasih padanya.

Terimakasih karena kau tak berdiri di hadapan wajahku. Terimakasih karena telah melindungi harga diriku. Terimakasih telah peduli padaku.

Aku tahu. Aku hanya butuh waktu. Aku tahu apa yang seharusnya aku lakukan, tapi aku baru sadar, aku masih butuh orang lain untuk meyakinkan.

Terimakasih temanku.. aku akan melakukannya nanti. Setelah ini. Setelah bom-bom waktu ku dijinakkan oleh kesadaranku. Setelah egoku dileburkan oleh kepedulianmu.

Terimakasih, aku akan menyampaikan ini nanti. Aku berjanji.

posted from Bloggeroid

Postingan populer dari blog ini

Say it

Pengagum Rahasia