Panggil Aku Jalak Hitam
Berada di langit, di antara bintang-bintang
dan bulan. Tak menjadikanmu bahagia menjadi burung yang terbang di celah-celah
langit. Di angkasa ini, aku terlihat seperti debu di antara pasir-pasir sahara. Seperti sehelai bulu Beruang putih yang
terjatuh di salju antartika. Amat kecil untuk membedakan
aku dengan yang lain. Terlebih aku hanyalah jalak hitam yang mengisi ruang di
langit malam.
Terbang memang keahlianku, tapi hidup bebas
selayak manusia yang memimpikan terbang bukanlah hal yang mudah bagiku. Banyak
hal yang perlu kau khawatirkan saat menjadi jalak hitam di langit dunia. Jika
kau tak dapat angin yang cukup, kau harus terus mengayuh sayapmu kemanapun kau
melayang. Mengepakkan mereka sampai kau jengah, sampai napasmu sengal. Sampai
kau, seperti mau mati.
Itu adalah harga yang harus kau bayar dalam
setiap perburuan. Tidaklah lucu bagimu jika melihatku mati karna malas terbang.
Aku dan koloniku, bertahan hidup dari kepunahan. Tidaklah mudah bagi kami
menghirup oksigen yang disesaki asap karbon.
Alam telah memilih kami untuk diseleksi. Satu persatu, koloni dari kami mati. Darwin
bilang karena kami hitam, terlalu menyala di langit siang. Sebagai seekor jalak
hitam, kami layak hidup di hutan, bersembunyi dibalik bayangan pohon,
menghinggapi sisi-sisi tebing. Tapi yang kami temui, hanyalah tembok berwarna
warni. Kenapa tak ada yang hitam? Bahkan kalian tak menyisakan kami bayangan.
Kalian manusia, selalu bermimpi andai bisa
terbang. Kami jalak hitam, selalu berandai menjadi manusia yang mampu membawa
tabung oksien kemana pun kami pergi.
Ya,, kami jalak hitam hanya mampu berandai.
Andai kalian membuatkan kantung oksigen yang dapat kami panggul setiap terbang,